KEBERMANFAATAN IAYP TERHADAP AKREDITASI INSTITUSI

MAHASISWA PESERTA IAYP & MAHASISWA PSIKOLOGI UP45 BERGOTONG-ROYONG MEMPERJUANGKAN AKREDITASI INSTITUSI
Arundati Shinta
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Akreditasi institusi di Indonesia adalah strategi Pemerintah Indonesia untuk menjamin agar hasil (output) berbagai lembaga akademik sesuai dengan standar dan mutu yang telah ditetapkan pemerintah. Sebelum ada peraturan akreditasi ini, hasil dari lembaga akademik sangat bervariasi kualitasnya. Dampaknya adalah tidak sedikit anggota masyarakat yang kecewa karena kualitas perguruan tinggi yang dipilihnya tidak sesuai dengan harapannya. Berdasarkan nilai akreditasi inilah masyarakat kini bisa memutuskan perguruan tinggi mana saja yang paling sesuai dengan harapannya. Di sisi lain, dengan adanya ketentuan akreditasi institusi ini maka civitas akademika perguruan tinggi berlomba-lomba memperbaiki kinerjanya sehingga nilai akreditasinya tinggi dan dapat menarik banyak mahasiswa. Jadi akreditasi institusi ini berfungsi ganda yaitu melindungi masyarakat dari perguruan tinggi abal-abal dan sekaligus memotivasi perguruan tinggi untuk menaikkan kinerjanya.

Read more

KONSEP KELUARGA TELADAN DI KALANGAN REMAJA


RADIO EMC YANG PEDULI PADA PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KELUARGA – MINGGU KE-42
Arundati Shinta
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Konsep keluarga teladan yang ada pada benak orang-orang adalah potret bapak, ibu, dan anak yang keren. Bapak dipersepsikan bertanggung jawab, berwibawa, disayangi keluarga, mencukupi semua kebutuhan anggota keluarga. Kalau sore hari maka bapak akan diperlihatkan sebagai figur yang sedang membaca koran, dan di sampingnya ada pisang goreng dan kopi. Ibu dipersepsikan sebagai figur yang penuh kasih, melayani keluarga dengan sepenuh hati, sibuk di dapur, menunggui suami di teras rumah pada sore hari sambil merenda. Selanjutnya dua anak yaitu perempuan sebagai adik dan laki-laki kakaknya. Adik perempuan akan dilindungi oleh kakaknya yang laki-laki. Prestasi belajar kedua anak di sekolah adalah juara. Mereka berdua juga taat beribadah. Kalau mau berangkat sekolah, pasti cium tangan orangtua terlebih dahulu. Kira-kira seperti itulah gambaran keluarga ideal menurut banyak orang, termasuk remaja. Salahkah gambaran keluarga ideal itu?

Gambaran tentang keluarga ideal itu sama sekali tidak keliru. Persoalan yang muncul adalah gambaran keluarga ideal itu sering tidak terjadi. Hal-hal yang mungkin terjadi adalah:
§  Bapak mungkin saja berada di kota lain karena alasan pekerjaan. Dampaknya, tidak ada gambar bapak membaca koran di sore hari sambil makan pisang goreng dan minum kopi.
§  Ibu mungkin saja bekerja sebagai TKI (Tenaga Kerja Indonesia) di luar negeri, sehingga tidak ada figur ibu yang menunggui anak belajar.
§  Anak-anak ditunggui oleh kakek dan nenek yang sudah lansia, sehingga pengawasan terhadap perkembangan anak kurang diperhatikan.
§  Anak mungkin saja tidak menjadi juara, dan prestasi akademiknya biasa-biasa saja. Untuk menambah nilai akademik, sepulang sekolah anak langsung mengikuti les ini dan itu.
Gambaran keluarga teladan tesebut sangat mungkin kurang dipahami oleh anak-anak remaja masa kini. Mereka tergolong sebagai generasi Z, yang sangat bergantung pada perangkat elektronik. Pola komunikasinya yang dialami sehari-hari menggunakan gadget, termasuk berkomunikasi dengan orangtuanya. Anak menjadi tidak terbiasa berkomunikasi tatap muka, sehingga kemampuan interpersonalnya menjadi buruk. Meskipun satu rumah, mungkin saja anak berangkat ke sekolah tanpa diantar orangtua. Pola sarapannya pun mungkin terlantar.
Menghadapi kenyataan-kenyataan yang tidak sesuai dengan gambaran keluarga teladan itu, maka anak-anak remaja perlu dipersiapkan. Orangtua adalah pihak yang paling bertanggung jawab terhadap kesiapan anak-anaknya ketika keluarganya tidak sesuai dengan konsep keluarga teladan. Persiapan orangtua antara lain:
  • Memberikan penjelasan tentang keterbatasan orangtua dalam memberikan semua kebutuhan anak-anaknya.
  • Orangtua juga perlu memberikan pengertian tentang pekerjaannnya beserta konsekuensi pada keluarga. Salah satu konsekuensi itu adalah ketidakhadirannya dalam berbagai acara sekolah dan keluarga, bila pekerjaan orangtua sebagai TKI. Status pekerjaan orangtua sebagai TKI itu hanya satu contoh saja, sebab masih banyak pekerjaan lain yang mana orangtua tidak mampu terus mengikuti acara-acara sekolah dan keluarga. Profesi itu misalnya sopir bis antar kota antar propinsi, militer yang sering berpindah-pindah lokasi pekerjaan, pengusaha yang sering bepergian ke luar kota untuk menjual barang-barang, dan sebagainya.
  • Orangtua perlu mendidik anak untuk mempunyai regulasi diri yang kuat. Regulasi diri yang kuat akan membuat anak mampu bertindak sendiri dengan bertanggung jawab, tanpa perlu ikut-ikut temannya.
Diskusi tentang keluarga teladan kali ini dimotori oleh dua narasumber keren yaitu Bapak Andri Azis dan Ibu Diska. Bapak Andri Azis adalah dosen Teknik Minyak UP45, dan sekarang sedang menempuh studi S3 di UGM, jurusan Filsafat. Beliau memang pakar filsafat tidak ada duanya di UP45. Kuliah-kuliah beliau selalu dipadati mahasiswa, karena penjelasannya memang menarik. Kadang kala kuliahnya diisi dengan film yang inspiratif. Ibu DIska juga dosen Teknik UP45. Selain sebagai dosen, beliau juga menjabat sebagai staf di CDC (Career Development Center) UP45.
Diskusi tentang konsep keluarga teladan itu adalah tema diskusi di Radio EMC Yogyakarta pada 24 Mei 2016. Nama acara itu adalah PEKA (Peduli Keluarga). Lancarnya acara ini merupakan bukti implementasi kerjasama yang harmonis antara Radio EMC Yogyakarta dengan Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta. Acara ini sudah memasuki minggu ke-42. Semoga kerjasama ini terus berlangsung karena dapat memberi inspirasi masyarakat Yogyakarta.

MAMPUKAH MAHASISWA INDONESIA MENGGUNAKAN BAHASA INDONESIA DENGAN BAIK & BENAR?


KEGIATAN PELAYANAN MASYARAKAT PARA DOSEN
PSIKOLOGI UP45 DI RRI, MINGGU KE-172
Arundati Shinta
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Kemampuan berbahasa adalah sangat penting, yaitu untuk berkomunikasi, serta menyampaikan pendapat, informasi, pemikiran, ide, dan perasaan kepada pihak lain. Bahkan kemampuan berbahasa ini dapat untuk mempersatukan suatu bangsa. Bayangkan, bila masyarakat pada suatu bangsa mempunyai tiga bahasa dan bangsa tersebut akhirnya terpecah menjadi tiga karena setiap bagian masyarakat tidak saling memahami. Jadi kemampuab berbahasa bisa menjadi boundary atau batas suatu wilayah, seperti halnya keberadaan sungai, gunung, dan batas geografi lainnya. Dalam konteks bahasa Indonesia, semua lapisan masyarakat Indonesia hendaknya mampu berbahasa Indonesia. Hal ini berkaitan dengan persatuan. Bangsa yang mengakui satu bahasa sebagai bahasa resmi maka bangsa itu akan bersatu.

Berkaitan dengan kemampuan berbahasa, khususnya bahasa Indonesia, maka semua orang di Indonesia yang mengakui bahwa Indonesia adalah negaranya, maka mereka juga harus bisa berbahasa Indonesia. Kenyataan yang ada, banyak orang yang mengaku orang Indonesia namun tidak mampu berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Padahal mereka sama sekali tidak buta huruf bahkan berpendidikan tinggi. Mereka bahkan mampu berbahasa Inggris, Arab, dan bahasa asing lainnya dengan fasih. Selain itu, mereka juga tidak berpindah-pindah tempat tinggal dan hanya berada di Indonesia saja sehingga logatnya seharusnya juga seperti biasa (tidak berlogatkan bahasa asing).
Apa indikator orang-orang Indonesia tidak mampu berbahasa Indonesia dengan baik dan benar? Sederhana saja, orang-orang tersebut sering menyisipkan istilah-istilah asing dalam ucapan-ucapannya dan tulisan-tulisannya. Mereka berasumsi bahwa pembaca dan pendengar pasti mempunyai kemampuan bahasa seperti penulis / pembicara itu. Ini adalah fenomena dalam psikologi sosial yang mana menganggap semua orang pasti mempunyai kemampuan bahasa seperti dirinya. Padahal kenyataannya, tidak semua orang mempunyai kemampuan seperti halnya penulis tersebut.
Apakah memasukkan istilah asing itu haram hukumnya dalam sebuah tulisan? Sebenarnya memasukkan istilah asing dalam suatu tulisan / pembicaraan, adalah tidak haram, bila istilah asing terebut dapat memperjelas ide yang ditawarkan. Istilah asing tersebut hendaknya dicarikan padan kata yang sesuai dalam bahasa Indonesia. Gunanya adalah untuk memperkaya pengetahuan kita semua dalam berbahasa Indonesia. Kita harus mengakui bahwa bahasa Indonesia memang bahasa yang sedang berkembang, sehingga membuuthkan kata-kata serapan dari bahasa asing lainnya.
Ketrampilan berbahasa Indonesia yang baik dan benar, hendaknya juga dikuasai oleh para mahasiswa. Hal ini karena mahasiswa adalah bagian dari generasi emas, yang kelak akan menjadi pemimpin negeri. Bila pemimpin negerinya mampu berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, maka rakyatnya juga akan meniru pemimpinnya. Hal ini akan memperkuat rasa persatuan Indonesia.
Bagaimana cara belajar bahasa Indonesia dengan cepat bagi para mahasiswa? Sederhana saja, mulailah dengan mengerjakan tugas-tugas kuliah, dan tulislah tugas-tugas tersebut dengan kalimat yang lengkap. Kalimat lengkap artinya kalimat tersebut mempunyai SPO/K atau Subjek, Predikat Objek / Keterangan. Pada awalnya, mendisiplinkan hal itu sangat sulit. Kiat sederhana untuk membuat kalimat yang lengkap adalah dengan membuat kalimat yang pendek. Kalimat pendek akan memaksa kita untuk patuh pada rumus SPO/K.
Pembahasan tentang kemampuan berbahasa Indonesia di kalangan generasi muda ini adalah topik diskusi di RRI Yogyakarta pada 26 Oktober 2016. Diskusi ini merupakan implementasi kerjasama antara RRI Yogyakarta dan Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta. Kerjasama tersebut sudah memasuki minggu ke-172. Dikusi kali ini diikuti oleh dua dosen yang keren yaitu Febri, dosen muda yang baru saja lulus S2 Kependudukan UGM. Dosen selanjutnya yaitu Faizal, seorang pakar komunikasi. Ia baru saja lulus S2 dari UGM juga. Semoga kerjasama yang bagus ini terus berlangsung.

PERAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN UNTUK MEMBUAT SITUASI BELAJAR MENJADI MENYENANGKAN


TAMU PSIKOLOGI UP45 MEMERIAHKAN KULIAH UMUM UNTUK SAMBUT
TAHUN AJARAN BARU 2016/2017
Arundati Shinta
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Belajar adalah situasi yang mungkin saja tidak menyenangkan pada orang-orang. Hal ini karena belajar pada hakekatnya adalah indvidu berusaha untuk menguasai pengetahun dan ketrampilan baru. Melakukan hal-hal baru sangat membutuhkan motivasi tinggi karena individu akan sering mengalami kegagalan yang menyakitkan. Kegagalan yang dialami individu menunjukkan bahwa ia memang belum menguasai strategi untuk menguasai pengetahuan / ketrampilan baru secara cepat.

Belajar juga sangat erat hubungannya dengan pendidikan. Hal ini karena dalam dunia pendidikan, para siswa juga harus menunjukkan perilaku belajar. Perilaku belajar itu antara lain menyangkut perilaku membaca, menulis, berhitung, berpikir, berani mencoba hal-hal baru, dan sebagainya. Dalam psikologi pendidikan, hal-hal yang dipelajari antara lain tentang penyampaian informasi (pengetahuan), cara-cara mengajarkan ketrampilan (skill), dan cara-cara penyampaian nilai-nilai masyarakat / organisasi. Pada proses penyampaian itu, sikap guru terhadap siswa sangat penting. Guru harus mampu menerapkan prinsip-prinsip psikologi pada praktek pembelajaran.

Persoalan yang relevan dengan situasi belajar pada anak-anak adalah guru harus mampu menguasai metode mengajar yang menyenangkan, sehingga anak tidak merasa sedang belajar. Bahkan anak merasa sedang bermain-main. Jadi mengajar bukansekedar memindahkan ilmu yang dimiliki guru kepada anak, namun guru juga harus bisa menanamkan nilai-nilai. Justru pengajaran tentang nilai-nilai inilah yang penting. Pengajaran tentang nilai-nilai ini akan lebih efektif bila guru memberikannya dengan cara yang menyenangkan dan sesuai dengan anak.

Topik tentang belajar dan pendidikan ini adalah topik yang dikemukakan oleh dosen tamu Prof. Dr. Asmadi Alsa, dari Psikologi UGM Yogyakarta. Beliau adalah pakar Psikologi Pendidikan. Kedatangan pakar Psikologi Pendidikan ini terjadi pada 12 Oktober 2016. Semua mahasiswa Psikologi Universitas Proklamasi 45 beserta para dosen hadir dalam pertemuan tersebut. Semoga acara yang bermanfaat bagi proses pembelajaran di Prodi Psikologi UP45 ini akan sering terjadi.

RELEVANSI PENDIDIKAN KARAKTER TERHADAP KESUKSESAN PROSES BELAJAR PADA MAHASISWA


PENDIDIKAN KARAKTER IAYP DI UP45 DIUJI KEBERMANFAATANNYA
Arundati Shinta
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Pendidikan karakter IAYP (International Award for Young People) adalah strategi cerdas yang ditemukan oleh Kurt Hahn (1896-1974) seorang ahli pendidikan dari Jerman. Pendidikan karakter IAYP tersebut atau DoEA (The Duke of Edinburgh’s Award) kini dipimpin oleh HRH The Duke of Edinburgh atau Pangeran Phillip dari Inggris (Belgutay, 2012). Pendidikan karakter IAYP disebut cerdas karena kegiatannya sangat sesuai dengan generasi muda usia 14-25 tahun. Pada usia tersebut, anak-anak muda digembleng dengan berbagai kegiatan yang menuntut munculnya perilaku bertanggung jawab, tidak berperilaku prokrastinansi, mandiri, jujur, dan tekun. Rangkaian kualitas sumber daya manusia unggul itulah yang ingin dimasukkan oleh Kurt Hahn dalam benak dan hati anak-anak muda. Anak-anak muda adalah pemimpin pada masa depan. Oleh karena itu mereka harus dipersiapkan sejak remaja, bahkan kalau memungkinkan sejak masa kanak-kanak.

Apa saja kegiatan IAYP? Kegiatan utama ada tiga yaitu rekreasi dan olah raga, ketrampilan, dan pelayanan masyarakat. Pendidikan karakter IAYP ini ada tiga level yaitu perunggu, perak, dan emas. Untuk level perunggu, kegiatan oelah raga, ketrampilan, dan pelayanan masyarakat masing-masing dilakukan minimal 60 menit/minggu, selama 3 bulan. Kegiatan selanjutnya adalah spesialisasi, yang berupa salah satu dari 3 kegiatan utama tersebut. Kegiatan spesialisasi ini juga dilakukan minimal 60menit/minggu selama 3 bulan. Setelah kegiatan utama usai, maka kegiatan selanjutnya adalah petualangan. Petualangan ini dilakukan selama 2 hari satu malam. Contoh kegiatan petualangan adalah kemping, naik gunung, atau kegiatan luar ruangan lainnya serta dilakukan di luar kota. Pada masa Kurt Hahn masih hidup, maka petualangan yang dilakukan adalah berlayar. Anak-anak muda Jerman harus mempunyai fisik yang bagus kondisinya, dan senang berpetualangan menjelajah negeri. Cobalah bayangkan, apabila kondisi fisik para pemuda Indonesia juga bugar, maka Indonesia akan maju.
Persoalan yang paling sering muncul dalam pelaksanaan kegiatan IAYP adalah peserta sering malas, tidak teratur, dan sering menunda-nunda (prokrastinansi) dalam melakukan kegiatan. Alasan yang paling sering dikemukakan peserta pada leader (pembina peserta) adalah adanya kegiatan kuliah, belajar karena besoknya ada ujian, melakukan praktikum, mengantar ibu ke pasar, dan sebagainya.
Semua alasan adalah benar karena memang dikemukakan untuk membenarkan suatu perilaku. Pada intinya peserta minta dimaafkan karena tidak melakukan 3 kegiatan tersebut secara rutin. Padahal rutinitas adalah dasar pembentukan kebiasaan. Kebiasaan yang dilakukan terus menerus akan membentuk karakter. Bila peserta secara rutin melakukan pelayanan masyarakat, maka ia terbiasa menolong orang lain yang kesusahan, sehingga karakter peduli pada orang yang lemah menjadi terbentuk (melekat) pada diri individu.
Kebiasaan menunda-nunda melaksanakan kegiatan inilah yang menarik untuk diteliti. Penelitian dilakukan oleh Singgih Purwanto, seorang mahasiswa Psikologi Univesitas Proklamsi 45 Yogyakarta. Ia juga peserta program IAYP, dan sudah menyelesaikan pada level perunggu dan perak. Sebagai peserta program IAYP, Singgih juga pernah terlambat melakukan kegiatan. Ia juga menyaksikan puluhan teman-temannya gagal dalam menyelesaikan program pendidikan karakter itu. Singgih menjadi penasaran, mengapa banyak temannya yang gagal dalam menyelesaikan program IAYP, padahal kegiatan-kegiatannya sangat sederhana.
Berbekal penelitian tentang prokrastinansi (Steel, 2007), Singgih mewawancarai 30 teman-temannya di Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta. Hasil wawancara dan penelitiannya menunjukkan bahwa mahasiswa melakukan prokrastinansi karena mereka kurang berhati-hati dalam menatap masa depannya. Mereka kurang mampu berkonsentrasi, tidak mampu membuat perencanaan, dan kurang mempunyai keinginan untuk mencapai sesuatu yang lebih tinggi dalam hidupnya. Singkat kata, mahasiswa yang terbiasa menunda-nunda pelaksanaan suatu tugas, cenderung gagal dalam menyelesaikan kegiatan IAYP. Kebiasaan menunda-nunda kegiatan IAYP ini akan terbawa dalam kehidupan sehari-hari. Mahasiswa akhirnya mempunyai karakter prokrastinansi.
Untuk mengatasi prokrastinansi, maka Singgih menyarankan agar peserta belajar untuk berkonsentrasi, membuat perencanaan kegiatan dan selalu memacu diri untuk mencapai sesuatu yang lebih tingggi (need for achievement). Agar prokrastinansi itu tidak menjadi penyakit kelak di kemudian hari, maka mahasiswa Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta diajak Singgih untuk melakukan kegiatan IAYP dengan bersungguh-sungguh. Mumpung masih mahasiswa, masih muda umurnya, belum berkeluarga, dan belum bekerja, maka pembentukan karakter terpuji harus segera dilakukan, yaitu melalui kegiatan IAYP.

Pada 29 September 2016, Singgih dan 62 temannya telah diwisuda di Hotel Grand Cokro Yogyakarta. Berkat ketekunan dan perilaku tidak menunda-nunda, maka Singgih dinobatkan menjadi salah satu wisudawan dengan predikat cum-laude. Raktor UP45 memberi selamat atas prestasi Singgih yang luar biasa ini. Dalam wisuda tersebut ada 4 teman Singgih yang juga diwisuda. Mereka adalah Romadhon, Nurul Komari Sari Apriliani, Yusna Hanung Purwandari, dan Richanatus Syarifah. Istimewanya, empat sekawan itu juga mengikuti program IAYP meskipun berbeda level. Romadhon dan Nurul sudah menyelesaikan level perak, sedangkan Yusna dan Richanatus sudah menyelesaikan level perunggu. Keistimewaan kedua, mereka berlima lulus tepat waktu yaitu 4 tahun. Ini adalah bukti nyata bahwa program IAYP juga ikut mensukseskan proses belajar mahasiswa.
Wisuda S1 tersebut pada hakekatnya merupakan saat bagi pembuktian bahwa karakter mereka benar-benar telah teruji melalui program IAYP. Ketika mereka bekerja dalam suatu organisasi, maka mereka benar-benar dituntut untuk disiplin mengerjakan tugas, tekun, bertanggung jawab, mandiri, jujur, serta yang penting adalah tidak melakukan prokrastinansi. Semoga program IAYP yang bagus ini tetap dapat terlaksana dengan lancar di Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta.
Daftar Pustaka
Belgutay, J. (2012). Why paper qualifications are no longer enough. Tesconnect, January 27, 2012. Retrieved from
         http://www.tes.co.uk/article.aspx?storycode=6169505
Steel, P. (2007). The nature of procrastination: A meta-analytic and theoretical review of quintessential self-regulatory failure. Psychology Bulletin. 133(1), 65-94

MAHASISWA PSIKOLOGI UP45 GOES TO SENIOR HIGH SCHOOL:


SEBAGAI BUKTI NYATA MAHASISWA SIAP KERJA DAN
IMPLEMENTASI VISI MISI PRODI PSIKOLOGI
Fx. Wahyu Widiantoro
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Acara bimbingan bagi siswa dengan mengangkat tema motivasi belajar dilaksankan oleh mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta. Kegiatan diawali dengan sambutan dari Bapak Kepala MA. Miftahul Huda, Bulu Temanggung, Drs. H. Mahali., M.Si., pada hari Rabu, 19 Oktober 2016.
Siwa sangat membutuhkan motivasi dari orangtua serta guru untuk tetap bersemangat melanjutkan proses belajar di sekolah. Keadaan ekonomi keluarga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kondisi putus sekolah. Kenyataan yang terjadi, faktor kesulitan ekonomi justru menjadi motivator atau pendorong anak untuk lebih berhasil. ”Bangga rasanya bila siswa kami bisa melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi”, ungkap Bapak Mahali.

Tujuan diadakannya acara pendampingan psikologi dalam acara Psikologi Berbagi ini yaitu sebagai upaya memotivasi siswa level SMA untuk lebih bersemangat dalam kegiatan belajar. Jangan sampai wajib belajar 12 tahun terputus. Selain itu, pendampingan psikologi ini merupakan bukti nyata bahwa mahasiswa Psikologi UP45 mampu mengaplikasikan ilmu yang didapatnya di bangku kuliah. Mereka dilatih untuk menjadi trainer handal di kemudian hari, dengan cara praktek nyata di depan siswa level SMA. Meskipun mereka belum menyandang gelar Sarjana Psikologi, namun mereka sudah mampu memperlihatkan kompetensinya yang keren dalam bidang pendidikan dan entrepreneurship.
Kegiatan di lembaga setingkat SMA ini juga merupakan pengejawantahan visi, misi dan tujuan dari Prodi Psikologi UP45. Visi Prodi Psikologi UP45 adalah – Menjadi pusat unggulan pengembangan iptek dan tenaga ahli dalam bidang psikologi untuk menunjang pengembangan wilayah kerja industri energi dengan semangat kejuangan angkatan 45 pada tahun 2022. Kegiatan Psikologi Berbagi yang relevan dengan visi adalah “bidang psikologi untuk menunjang pengembangan wilayah kerja industri energi”. Hal itu bermakna bahwa Prodi Psikologi UP45 difokuskan pada bidang pengembangan masyarakat (community development) yang meliputi pendidikan, lingkungan, pelayanan masyarakat, industri dan klinis. Diharapkan kompetensi mahasiswa kelak adalah sarjana psikologi yang mempunyai kemampuan dalam bidang pendidikan dan entrepreneur di daerah hilir penghasil energi.
Para siswa MA Miftahul Huda mendengarkan dengan seksama materi bertemakan “Motivasi Belajar” yang dipaparkan oleh Febrio Valentino dan Relisa,  dua mahasiswa Psikologi UP45 yang terkenal aktif di kampus. Suasana bertambah akrab ketika para mahasiswa mengajak menari bersama dengan dipimpin oleh Triyono, mahasiswa Psikologi UP45 yang berbakat di bidang koreografer. Acara bimbingan bagi siswa yang dikemas dengan kreatif oleh mahasiswa semakin lengkap dengan adanya penampilan stand up comedy dari Fadhli Amin, yang juga mahasiswa Psikologi. Acara semakin heboh ketika ada pembagian hadiah menarik, sehingga para siswa semakin bersemangat.

“Ini kali pertama ada kunjungan dari kakak-kakak mahasiswa ke sekolah dan senang sekali ada acara Psikologi Berbagi dari Fakultas Psikologi UP45 di sekolah ini, semoga bisa diadakan lagi dengan tema menarik lainnya”, ungkap salah satu siswa MA Miftahul Huda.
Siti Asmaul Husna sebagai panitia acara mengungkapkan bahwa dibutuhkan kekompakan dalam koordinasi tim, persiapan yang sungguh-sungguh agar acara dapat berjalan sukses. ”Acara Psikologi Berbagi memaksa kami untuk berani tampil dan menunjukan potensi setiap mahasiswa”, ungkap Husna, seorang mahasiswa Psikologi UP45 yang juga berprestasi.
Bapak Mahali selaku Kepala Sekolah berharap agar kerjasama antara UP45 Yogyakarta dan MA. Miftahul Huda, Bulu Temanggung dapat terus dilaksanakan. ”Kami membutuhkan dukungan untuk memotivasi siswa dalam belajar terlebih menjelang ujian nasional. Hal ini penting agar siswa tidak putus sekolah”, ungkap Bapak Mahali.
Acara Psikologi Berbagi ini sudah diselenggarakan mulai tahun 2015 yang lalu. Acara di Temanggung ini adalah acara yang ke-13. Keberlangsungan acara ini menunjukkan bahwa para dosen Psikologi UP45 sangat serius mempersiapkan kompetensi mahasiswa agar bisa bersaing dengan universitas lain, sehingga mereka siap bekerja. Kesuksesan acara ini harus dibayar dengan air mata dan peluh. Pada satu sisi, para mahasiswa dan dosen harus menyusun materi dan game psikologi yang menarik. Pada sisi lain, mahasiswa harus bergerilya dalam hal pengelolaan waktu dan sumber daya manusia, sehingga jadwal kuliah mereka tetap terisi dengan lengkap. Sebagian mahasiswa itu sudah berkeluarga dan masih mempunyai anak kecil. Mereka harus mengorbankan waktu yang berharga dengan keluarga demi kesuksesan acara ini.

Persiapan para mahasiswa tersebut sampai larut malam, bahkan sampai kampus sepi karena semua orang sudah pergi kecuali satpam yang memang bekerja pada malam hari. Perjuangan mahasiswa yang heroik ini membuat saya merenung, sungguh mulia hati para mahasiswa ini. Saya menjadi sedih bila ada berbagai pihak yang kurang mendukung keberlangsungan acara Psikologi Berbagi ini. Para mahasiswa ini mungkin saja kurang memahami birokrasi di prodi, fakultas dan universitas, namun kesediaan mereka pergi ke Temanggung adalah untuk kejayaan Psikologi UP45 dan UP45 secara keseluruhan. Mereka masih sangat muda, namun kesungguhan mereka untuk berkarya jauh melebihi para dosen yang sudah terlalu lama berada di zona nyaman.
Semoga kegiatan Psikologi Berbagi dengan tema “Mahasiswa Psikologi Goes to High School” ini dapat terus berlangsung. Ini semua demi kemajuan mahasiswa dan semakin mempopulerkan Psikologi UP45. Jayalah Psikologi UP45 Yogyakarta.

PEDULI PADA PENDIDIKAN BERSAMA RADIO EMC, MINGGU KE-55


PERAN KELUARGA UNTUK KURANGI ANGKA PUTUS SEKOLAH
Fx. Wahyu Widiantoro
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Peran keluarga merupakan komponen penting dalam keberlangsungan pendidikan anak. Perhatian orangtua terhadap pendidikan anaknya tidak lah sama, ada yang perhatiannya baik, misalnya menyediakan fasilitas belajar yang dibutuhkan anak, dan menemani anaknya belajar dengan memberikan bimbingan secara intensif, ada juga yang bersikap acuh, artinya perkembangan anak diserahkan sepenuhnya kepada guru dan anak itu sendiri bahkan berakibat anak tidak melanjutkan proses belajar formal di sekolah atau mengalami putus sekolah.
Sarafino (1998), menjelaskan bahwa dukungan orangtua terdiri dari empat aspek, yaitu dukungan emosional, penghargaan, instrumental dapat berupa bantuan finansial atau keuangan, dan dukungan informasi dapat berupa saran. Anak sangat membutuhkan dorongan dan pengertian dari orangtua serta keluarga untuk tetap melanjutkan proses belajar di sekolah. Ketika anak mengalami lemah semangat, maka orangtua wajib memberi pengertian dan mendorongnya, membantu sedapat mungkin kesulitan yang dialami anak baik di sekolah maupun di masyarakat. Hal ini penting untuk tetap menumbuhkan rasa percaya diri pada anak.

Hasbullah (2001) menyatakan bahwa keluarga yang memiliki pendapatan tinggi akan dengan mudah memenuhi biaya kebutuhan pendidikan anak yang meliputi sumbangan BP3, peralatan sekolah, transportasi, sarana belajar di rumah, baju seragam, biaya ekstra kulikuler, dan tidak terkecuali uang saku anak. Sebaliknya, keluarga yang memiliki pendapatan rendah akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan anak.
Keadaan ekonomi keluarga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kondisi putus sekolah. Keluarga yang kondisi ekonominya relatif kurang, menyebabkan orang tua tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok anak. Kenyataan yang terjadi, faktor kesulitan ekonomi justru menjadi motivator atau pendorong anak untuk lebih berhasil.
Tulisan ini adalah materi siaran di Radio EMC Yogyakarta. Siaran ini dilakukan secara rutin di Radio EMC setiap Selasa pukul 20.00-21.00. Siaran ini juga merupakan bukti kerjasama yang harmonis antara Radio EMC dan Fakultas Psikologi UP45. Mahasiswa yang mengikuti mata kuliah Psikologi Komunikasi wajib menjadi nara sumber di Radio EMC. Tentu saja, partisipasi mahasiswa dilakukan secara bergiliran. Untuk siaran pada 27 September 2016 ini, mahasiswa yang terlibat adalah Wartono dan Husna. Mereka dipandu oleh dosen Psikologi Komunikasi yaitu Wahyu Widiantoro.
Tujuan melibatkan mahasiswa Psikologi UP45 untuk berinteraksi dengan pihak luar yaitu Radio EMC adalah untuk membuat mahasiswa mempunyai kemampuan public speakingyang memadai. Public speaking adalah kemampuan untuk berbicara di depan banyak orang untuk menyampaikan suatu pesan. Mahasiswa harus mempunyai bekal materi yang matang bila ingin kesempatan presentasi di depan umum ini berhasil. Kemampuan ini adalah bekal untuk menjadi sarjana psikologi yang dicari oleh banyak organisasi, bukan sarjana psikologi yang mencari organisasi (mencari pekerjaan).
Menyampaikan suatu pesan di radio adalah sangat sulit bagi orang-orang yang kurang terlatih. Hal ini karena berbicara di radio seperti berbicara sendiri dan tidak berhadapan langsung dengan orang yang diajak berbicara. Mahasiswa tidak dapat membaca gerak bibir, raut muka pendengar, serta tidak dapat merasakan atmosfer komunikasi. Mahasiswa hanya bisa mendengarkan suara melalui telepon (siaran interaktif) dan membaca pesan melalui telepon genggam. Meskipun terbatas saluran komunikasinya, namun mahasiswa harus mampu menjaga ritme suara, tetap fokus pada materi siaran dan tidak panik bila mendapat komentar langsung dari pendengar.
Kemampuan mengendalikan diri sendiri ketika berhadapan dengan masyarakat, adalah kemampuan yang diperoleh dari latihan yang intensif. Kerjasama dengan Radio EMC telah membesarkan hati pengelola Fakultas Psikologi UP45 bahwa para mahasiswanya memang berkemampuan keren. Semoga kerjasama yang baik ini terus berlangsung.
Referensi:
Hasbullah, (2001). Dasar-dasar ilmu pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo. Persada.
Sarafino, E.P, (1998). Health psychology:Biopsychosocial interactions, 3rd Ed. United States of American: John Wiley & Sonc, Inc.
Suggested citation:
Widiantoro, Fx. Wahyu. (2016). Peran Keluarga Untuk Kurangi Angka Putus Sekolah, Radio EMC Yogyakarta. 27 September 2016.

MENGGALI POTENSI MAHASISWA PSIKOLOGI UP45 DALAM BIDANG FILM:


MAHASISWA DAN DOSEN BEKERJASAMA MENGGALI RASA PERCAYA MASYARAKAT UNTUK PROMOSIKAN PRODI PSIKOLOGI UP45
Arundati Shinta
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta

Apa yang membuat para orangtua tertarik untuk menyekolahkan anak-anaknya pada suatu lembaga pendidikan tertentu? Sederhana saja jawabannya, yaitu trust atau rasa percaya. Rasa percaya itu antara lain meliputi:
    • 1) Percaya bahwa anaknya akan mendapatkan ilmu pengetahuan yang kelak akan menjadi bekalnya dalam mencari pekerjaan atau membuka usaha sendiri. 
      • 2) Percaya bahwa anaknya akan baik-baik saja selama menempuh pendidikan. Dosen, karyawan dan teman-teman kuliahnya tidak akan menyakitinya baik secara fisik, psikhis, maupun sosial.
        • 3) Percaya bahwa anaknya akan cepat lulus dan tidak menghadapi hambatan berarti. 
        •  
        • 4) Percaya bahwa segala potensi anak akan tergali selama ia menuntut ilmu di lembaga tersebut. Proses penggalian tersebut melalui berbagai kegiatan kemahasiswaan atau kegiatan yang dilakukan bersama dosen. 
        •  
        • 5) Percaya bahwa karakter anak akan menjadi lebih baik bila bersekolah di lembaga tersebut daripada di lembaga pendidikan lainnya
          • 6) Percaya bahwa kelak bila anaknya lulus dan menjadi alumni lembaga tersebut, maka anaknya akan bertemu dengan ribuan alumni lainnya dan mereka menduduki posisi yang bergengsi pada suatu organisasi. Para alumni itu akan saling menolong, karena berasal dari induk lembaga pendidikan yang sama, dan mencecap ilmu yang sama.

          Mungkin masih banyak rasa percaya untuk hal-hal lainnya, dan dapat dipastikan bahwa rasa percaya itu untuk berbagai hal yang baik bagi anaknya. Rasa percaya orangtua itu tentu saja menjadi semacam mercusuar bagi lembaga pendidikan untuk memenuhi harapan orangtua tersebut. Bila suatu lembaga pendidikan ingin berumur panjang (diminati oleh banyak mahasiswa) maka para perilaku para aktor lembaga tersebut harus bisa dijadikan teladan oleh para mahasiswanya. Para aktor itu adalah dosen, kaprodi, dekan, wakil rektor, rektor, senat fakultas, senat universitas, yayasan, dan semua karyawan yang bekerja di lembaga tersebut.
          Persoalan yang berhubungan rasa percaya tersebut adalah dosen Psikologi UP45, khususnya Kaprodinya, kurang mampu meyakinkan masyarakat bahwa jasa pendidikan yang ditawarkan adalah sangat potensial untuk menghadapi tantangan kerja. Kaprodi kurang mampu mengelola para mahasiswanya untuk tampil di depan umum, serta memamerkan bahwa para mahasiswa itu adalah calon sarjana psikologi yang keren. Kaprodi juga kurang mampu mengelola para dosen untuk lebih aktif dalam berbagai kegiatan kreatif dan inovatif. Ada berbagai alasan, dan semua alasan itu benar adanya. 
          Salah satu alasan yang paling menarik adalah kegiatan kreatif tersebut cenderung dainggap melanggar peraturan. Peraturan yang mana? Kalau peraturan di lingkungan Prodi tidak ada, maka akan dicari di lingkungan yang lebih tinggi yaitu universitas. Kalau peraturan di lingkungan universitas tidak ada, maka akan dicari pada lembaga pendidikan lain yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan UP45. Aneh dan lucu. Entahlah. Sekali lagi, alasan melanggar peraturan, meskipun terdengar lucu, tetap saja benar adanya. Kalau memang rasa percaya masyarakat itu kurang tergali dengan baik, lalu apa strategi untuk mempromosikan Psikologi UP45?
          Strategi yang paling jitu untuk memunculkan rasa percaya masyarakat adalah dengan mendorong mahasiswa Psikologi UP45 sendiri untuk melakukan testimoni. Biarkanlah mereka berbicara apa adanya tentang segala sesuatu yang dialaminya ketika menuntut ilmu di Prodi Psikologi UP45. Testimoni ini akan lebih mengena lagi, bila ditampilkan dalam bentuk film. Memang ada pro dan kontra bila menyimak film tersebut. Apa pun komentar-komentar yang muncul tentang testimoni itu, satu nasehat penting yang harus diingat yaitu:
            • 1) Membangun itu jauh lebih sulit daripada merusak.
            • 2) Memberi pujian itu lebih sulit daripada memberi komentar negatif.
            • 3) Orang yang piawai memberi komentar negatif adalah orang yang bisanya hanya memberi komentar negatif. Ia akan sangat jeli pada keburukan orang lain. Ia adalah orang yang punya hati berbulu.
            Testimoni dari mahasiswa Psikologi UP45 ini adalah hasil jerih payah dosen Wahyu Widiantoro yang bertindak selaku sutradara dan pengarah gambar. Selanjutnya editor film adalah Rusdiyan Yazid. Yazid ini adalah salah satu mahasiswa Psikologi UP45 angkatan 2015/2016 yang piawai dalam bidang film. Maklumlah ia adalah wakil dari generasi Z, generasi yang sejak lahir sudah mampu mengoperasikan gadget. Semoga film testimoni ini mampu mendongkrak pamor Prodi Psikologi UP45.

            PSIKOLOGI BERBAGI KE-12: PROGRAM UNGGULAN PSIKOLOGI UP45


            MAHASISWA UNJUK KEMAMPUAN DI SMA N 1 BANGUNTAPAN YOGYAKARTA
            SEBAGAI BEKAL MENJADI TRAINER HANDAL
            Fx. Wahyu Widiantoro
            Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
            Yogyakarta
            Gelar Sarjana tidaklah cukup untuk mendukung seseorang dalam mencari pekerjaan yang ia harapkan. Kemampuan berkomunikasi, ulet, kreatif, berani bersaing dan percaya diri merupakan modal pendukung yang mampu menjadi senjata ampuh ketika mencari sebuah pekerjaan. Upaya menumbuhkan sikap percaya diri dan kemampuan berkomunikasi maka Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 mengadakan acara “Psikologi Berbagi” yang di laksanakan pada hari Jumat, 7 Oktober 2016 bekerjasama dengan SMA Negeri 1 Banguntapan, Bantul.
            Kepala Sekolah Drs. Ir. H. Joko Kustanta, M.Pd., menyambut dengan hangat kehadiran Tim Fakultas Psikologi UP45. ”Kami selalu menjalin dan meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak untuk lebih meningkatkan kualitas pendidikan bagi siswa”, demikian dijelaskan oleh Bapak Joko.

            Mahasiswa Fakultas Psikologi UP45 yang dengan luwes menyajikan materi tentang pergaulan sehat bagi remaja yaitu Irnaningsih, Aziz Nur Huda dan Ahmad Rusdiyan Yazid. Acara semakin menarik bagi 100 siswa yang dengan penuh antusias mengikutinya karena disajikan game atau permainan psikologi oleh Nurul Hidayah dan Shofi Malhani. ”Ternyata menyampaikan materi di depan para siswa sangat melelahkan namun menjadi sebuah tantangan”, demikian diungkapkan oleh Aziz.

            Praktik memberikan pembimbingan kepada siswa di SMA yang dikemas dalam acara Psikologi Berbagi diharapkan mampu memberi manfaat kepada mahasiswa Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta dalam rangka meningkatkan kemampuan berkomunikasi yang baik dan benar serta sebagai media berbagi ilmu kepada masyarakat. Kegiatan ini menjadi program andalan bagi Prodi Psikologi UP45, semenjak November 2015 sampai dengan sekarang. Kegiatan ini menjadi andalan bagi Prodi Psikologi UP45, karena kegaitan ini merupakan bukti nyata bahwa segala ilmu yang sudah diberikan para dosen ternyata bisa ditransformasikan mahasiswa pada para siswa SMA. Bila para mahasiswa itu tidak memahami materi pelajaran, maka mahasiswa pun akan kesulitan menyajikan materi training ini. Para dosen dan karyawan Psikologi UP45 tentu saja sangat bangga akan keberanian dan ide-ide kreatif dalam menyusun game yang menarik pada mahasiswa. Semoga acara yang menarik ini dapat terus dilaksanakan secara rutin.