KONSEP KELUARGA TELADAN DI KALANGAN REMAJA


RADIO EMC YANG PEDULI PADA PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KELUARGA – MINGGU KE-42
Arundati Shinta
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Konsep keluarga teladan yang ada pada benak orang-orang adalah potret bapak, ibu, dan anak yang keren. Bapak dipersepsikan bertanggung jawab, berwibawa, disayangi keluarga, mencukupi semua kebutuhan anggota keluarga. Kalau sore hari maka bapak akan diperlihatkan sebagai figur yang sedang membaca koran, dan di sampingnya ada pisang goreng dan kopi. Ibu dipersepsikan sebagai figur yang penuh kasih, melayani keluarga dengan sepenuh hati, sibuk di dapur, menunggui suami di teras rumah pada sore hari sambil merenda. Selanjutnya dua anak yaitu perempuan sebagai adik dan laki-laki kakaknya. Adik perempuan akan dilindungi oleh kakaknya yang laki-laki. Prestasi belajar kedua anak di sekolah adalah juara. Mereka berdua juga taat beribadah. Kalau mau berangkat sekolah, pasti cium tangan orangtua terlebih dahulu. Kira-kira seperti itulah gambaran keluarga ideal menurut banyak orang, termasuk remaja. Salahkah gambaran keluarga ideal itu?

Gambaran tentang keluarga ideal itu sama sekali tidak keliru. Persoalan yang muncul adalah gambaran keluarga ideal itu sering tidak terjadi. Hal-hal yang mungkin terjadi adalah:
§  Bapak mungkin saja berada di kota lain karena alasan pekerjaan. Dampaknya, tidak ada gambar bapak membaca koran di sore hari sambil makan pisang goreng dan minum kopi.
§  Ibu mungkin saja bekerja sebagai TKI (Tenaga Kerja Indonesia) di luar negeri, sehingga tidak ada figur ibu yang menunggui anak belajar.
§  Anak-anak ditunggui oleh kakek dan nenek yang sudah lansia, sehingga pengawasan terhadap perkembangan anak kurang diperhatikan.
§  Anak mungkin saja tidak menjadi juara, dan prestasi akademiknya biasa-biasa saja. Untuk menambah nilai akademik, sepulang sekolah anak langsung mengikuti les ini dan itu.
Gambaran keluarga teladan tesebut sangat mungkin kurang dipahami oleh anak-anak remaja masa kini. Mereka tergolong sebagai generasi Z, yang sangat bergantung pada perangkat elektronik. Pola komunikasinya yang dialami sehari-hari menggunakan gadget, termasuk berkomunikasi dengan orangtuanya. Anak menjadi tidak terbiasa berkomunikasi tatap muka, sehingga kemampuan interpersonalnya menjadi buruk. Meskipun satu rumah, mungkin saja anak berangkat ke sekolah tanpa diantar orangtua. Pola sarapannya pun mungkin terlantar.
Menghadapi kenyataan-kenyataan yang tidak sesuai dengan gambaran keluarga teladan itu, maka anak-anak remaja perlu dipersiapkan. Orangtua adalah pihak yang paling bertanggung jawab terhadap kesiapan anak-anaknya ketika keluarganya tidak sesuai dengan konsep keluarga teladan. Persiapan orangtua antara lain:
  • Memberikan penjelasan tentang keterbatasan orangtua dalam memberikan semua kebutuhan anak-anaknya.
  • Orangtua juga perlu memberikan pengertian tentang pekerjaannnya beserta konsekuensi pada keluarga. Salah satu konsekuensi itu adalah ketidakhadirannya dalam berbagai acara sekolah dan keluarga, bila pekerjaan orangtua sebagai TKI. Status pekerjaan orangtua sebagai TKI itu hanya satu contoh saja, sebab masih banyak pekerjaan lain yang mana orangtua tidak mampu terus mengikuti acara-acara sekolah dan keluarga. Profesi itu misalnya sopir bis antar kota antar propinsi, militer yang sering berpindah-pindah lokasi pekerjaan, pengusaha yang sering bepergian ke luar kota untuk menjual barang-barang, dan sebagainya.
  • Orangtua perlu mendidik anak untuk mempunyai regulasi diri yang kuat. Regulasi diri yang kuat akan membuat anak mampu bertindak sendiri dengan bertanggung jawab, tanpa perlu ikut-ikut temannya.
Diskusi tentang keluarga teladan kali ini dimotori oleh dua narasumber keren yaitu Bapak Andri Azis dan Ibu Diska. Bapak Andri Azis adalah dosen Teknik Minyak UP45, dan sekarang sedang menempuh studi S3 di UGM, jurusan Filsafat. Beliau memang pakar filsafat tidak ada duanya di UP45. Kuliah-kuliah beliau selalu dipadati mahasiswa, karena penjelasannya memang menarik. Kadang kala kuliahnya diisi dengan film yang inspiratif. Ibu DIska juga dosen Teknik UP45. Selain sebagai dosen, beliau juga menjabat sebagai staf di CDC (Career Development Center) UP45.
Diskusi tentang konsep keluarga teladan itu adalah tema diskusi di Radio EMC Yogyakarta pada 24 Mei 2016. Nama acara itu adalah PEKA (Peduli Keluarga). Lancarnya acara ini merupakan bukti implementasi kerjasama yang harmonis antara Radio EMC Yogyakarta dengan Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta. Acara ini sudah memasuki minggu ke-42. Semoga kerjasama ini terus berlangsung karena dapat memberi inspirasi masyarakat Yogyakarta.

IMPLEMENTASI KERJASAMA ANTARA TK KINDERSTATION & PSIKOLOGI UP45:


PELATIHAN MENINGKATKAN MOTIVASI KERJA PADA GURU
TK KINDERSTATION YOGYAKARTA
Fx. Wahyu Widiantoro
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi
Yogyakarta
Pelatihan pada guru Kinderstation Yogyakarta merupakan salah satu upaya meningkatkan kualitas tenaga pengajar. Acara dibuka oleh Kepala Sekolah TK Kinderstation Yogyakarta, ibu Ika, M.Si. Kegiatan dilaksanakan di ruang bermain dan belajar Kinderstation, di jalan Laksda Adi Sucipto Km 9, 9-B, Maguworejo, Depok, Yogyakarta, pada 6 Oktober 2016.
Peserta yang terdiri dari 32 orang guru Kinderstation Yogyakarta tampak begitu bersemangat dalam mengikuti setiap kegiatan yang dilaksanakan dalam pelatihan. ”Saya senang, di acara ini saya bisa mencurahkan isi hati sehingga lebih lega”, demikian ungkap ibu Dewi, salah seorang peserta. Sesuai dengan materi tentang meningkatkan motivasi kerja yang dijelaskan secara rinci oleh Wahyu Widiantoro selaku narasumber, bahwa setiap guru wajib mengembangkan potensi diri diawali dengan menerima kondisi  diri sehingga mampu menjalankan tugas dan tanggungjawabnya dengan lebih total.

Semangat ketertarikan peserta terhadap pelatihan ditunjukkan dengan aktif bertanya dan mengemukakan pendapat pada forum diskusi kelompok kecil. Pada sesi sharing, para peserta menyatakan lebih termotivasi dalam menjalankan tugas sebagai seorang guru TK dengan berbagai tanggung jawab, permasalahan dan kondisi yang ada. “Ya memang berat tapi saya akan mencoba untuk mengembangkan potensi saya agar mampu menjadi seorang guru TK yang baik”, demikian ungkap salah seorang peserta.
Acara pelatihan terlaksana sebagai kelanjutan dari kerjasama antara Fakultas Psikologi UP45 dengan Kinderstation Yogyakarta. Pelatihan bagi para guru akan terus diupayakan agar tetap dapat dilaksanakan oleh Fakultas Psikologi UP45 secara berkala dengan tema-tema yang berbeda. Fakultas Psikologi selalu memberikan pelatihan baik bagi para mahasiwa maupun masyarakat. Melalui kegiatan semacam ini, diharapkan ada pengembangan karya-karya yang telah ada serta para dosen Psikologi UP45 mampu menjalin mitra kerjasama dengan sekolah serta lembaga pendidikan lainnya. Pelatihan semacam ini juga sangat berguna untuk para mahasiswa yaitu sebagai arena untuk menggali potensi. Semoga pelatihan semacam ini terus berlangsung.

KERJASAMA TK KAMULAN & PSIKOLOGI UP45 PERIODE II-2


MENGGAMBAR MOBIL SEBAGAI STIMULUS PENGENALAN
LINGKUNGAN SEKITAR
Fx. Wahyu Widiantoro
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Pengenalan lingkungan sekitar anak perlu dilakukan sejak anak usia dini sebagai suatu fondasi bagi perkembangan kemampuan anak berinteraksi dengan lingkungannya secara lebih luas. Tema pendampingan menggambar yaitu ”Lingkungan” dengan objek gambar ”Mobil”. Tujuannya adalah mengembangkan kemampuan pengenalan lingkungan dan kreativitas pada diri anak.
Pengenalan lingkungan sekitar bagi anak merupakan salah satu dasar untuk mengembangkan kemampuan bersosialisasi. Indikator: Kemampuan bersosialisasi, berdasarkan pendapat Helms & Turner (1984), anak dapat bekerjasama (cooperating) dengan teman, anak mampu menghargai dan berbuat kebajikan (altruism) teman, anak mampu berbagi (sharing) kepada teman, serta anak mampu membantu (helping others) orang lain.

Pendampingan menggambar yang dilakukan oleh mahasiswa diawali dengan perkenalan diri. Masing-masing mahasiswa mengajak anak-anak bernyanyi bersama dengan disertai gerakan-gerakan yang menarik bagi anak-anak. Alat yang digunakan yaitu kertas gambar dan alat pewarna. Mahasiswa selanjutnya mendampingi anak-anak satu persatu untuk menggambar dengan bentuk mobil.
Hasil evaluasi para mahasiswa setelah melakukan kegiatan pendampingan menggambar yaitu mahasiswa lebih memahami perkembangan sosial anak usia dini yaitu anak-anak sudah dapat merasakan kelucuan misalnya ikut tertawa ketika orang dewasa tertawa atau ada hal-hal yang lucu. Masalah bersosialisasi pada anak-anak usia TK dapat diidentifikasikan dari berbagai perilaku yang ditampakkan anak, diantaranya anak cenderung ingin menang sendiri bahkan cenderung bersikap agresif atau cepat marah, setiap keinginannya selalu harus dituruti, membangkang serta ada kecenderungan tidak mau berbagi dengan temannya.
Kegiatan pendampingan ini adalah implementasi kerjasama antara TK Kamulan Yogyakarta dengan Fakultas Psikologi UP45. Dari kerjasama ini, Fakultas Psikologi UP45 memetik manfaat yang luar biasa yaitu mahasiswa mempunyai kualifikasi yang bagus untuk menjadi pendidik. Dari kerjasama ini tampak jelas bahwa menjadi pendidik, meskipun tingkat taman kanak-kanak, ternyata sangat tidak mudah. Ketika berinteraksi dengan anak-anak TK, para mahasiswa Psikologi UP45 dipaksa oleh situasi untuk mengeluarkan kreativitas yang selama ini belum tergali. Sebagai contoh adalah kegiatan menyanyi. Kegiatan itu sangat sederhana, namun tidak semua mahasiswa mempu menyanyi lagu anak-anak. Selain itu tampil jenaka dan atraktif di depan anak-anak kecil ternyata membutuhkan rasa percaya diri yang tinggi.

Pelaksanaan pendampingan menggambar di TK Kamulan menjadi kegiatan pengembangan potensi bagi anak-anak serta pembelajaran bagi mahasiswa Fakultas Psikologi UP45 untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah. Kesempatan berbagi ini merupakan implementasi kerjasama antara Fakultas Psikologi UP45 dengan TK Kamulan Yogyakarta, periode ke II, minggu ke-2. Pendampingan ini terlaksana pada 27 September 2016. Tim sukses kerjasama kali ini dipimpin oleh Wahyu Widiantoro, dosen Psikologi UP45 yang dikenal paling dekat dengan mahasiswa. Selain itu mahasiswa yang ikut berpartisipasi antara lain Manik Mutmain, Tri Jumiati, dan Naufal. Mereka adalah mahasiswa cemerlang dari Psikologi UP45. Semoga kerjasama yang baik ini terus berlangsung dan memberi manfaat baik bagi pengembangan TK Kamulan, juga bagi Fakultas Psikologi UP45.
Referensi:
Helms, D. B & Turner, J.S., (1983). Exploring child behavior. New York: Holt Rinehartand Winston.

KERJASAMA TK KAMULAN & PSIKOLOGI UP45 PERIODE II-1


MENGGAMBAR FIGUR ORANG SEBAGAI STIMULUS
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN BERSOSIALISASI
PADA ANAK
Fx. Wahyu Widiantoro
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Kemampuan bersosialisasi merupakan kemampuan perilaku anak dalam menyesuaikan diri dengan aturan-aturan masyarakat di lingkungan anak itu berada. Kemampuan bersosialisasi diperoleh anak melalui kematangan dan kesempatan belajar dari berbagai respon terhadap dirinya. Tema pendampingan menggambar pada pertemuan minggu ini yaitu ”Masyarakat” dengan sub tema Masyarakat lokal dengan objek bentuk ”Orang”. Tujuannya adalah mengembangkan kemampuan bersosialisasi pada diri anak.
Hurlock (1987) mengemukakan bahwa mulai usia 2 sampai 6 tahun anak belajar melakukan hubungan sosial dan bergaul dengan orang-orang di luar lingkungan rumah, terutama dengan anak-anak yang umurnya sebaya. Anak belajar menyesuaikan diri dan bekerja sama dalam kegiatan bermain.

Tahapan pendampingan menggambar yaitu mahasiswa sebagai pendamping mengajak anak-anak bernyanyi bersama dengan menirukan gerakan-gerakan yang sederhana, mengangkat tangan, berputar dan sebagainya. Alat yang digunakan yaitu kertas gambar, pastel sebagai alat pewarna. Pendamping menanyakan apakah anak-anak bisa mengambar orang? Selanjutnya anak-anak diajak menggambar bentuk orang lebih dari satu pada kertas gambar dan diberi warna sesuai selera anak.
Kegiatan pendampingan menggambar di TK Kamulan kali ini dilakukaan oleh para mahasiswa Fakultas Psikologi UP45. Mahasiswa yang terlibat secara langsung dalam kegiatan ini yaitu Tri Jumiati, Maria Melinda, Naufal Afif, Junaidi, Manik, Dewi Larasati, Relisa dan Febrio. Kegiatan pendampingan ini merupakan implementasi kerjasama antara TK Kamulan Yogyakarta dengan Fakultas Psikologi UP45, periode ke II, minggu ke-1. Kesempatan pendampingan ini berlangsung pada 20 September 2016.

Mahasiswa melakukan evaluasi setelah kegiatan pendampingan menggambar berakhir. Ada perasaan canggung, malu, khawatir, bingung dan sebagainya dalam menghadapi anak-anak di PAUD. ”Saya merasa anak-anak takut kepada saya sehingga saya sulit berkomunikasi dengan mereka”, ungkap Tri Jumiyati. Berbeda dengan yang dirasakan oleh Melinda yang menyatakan ”Sulit mengajak anak-anak untuk menggambar, sepertinya mereka lebih suka bermain bola”. Demikian sebagian ungkapan dari para mahasiswa setelah melakukan kegiatan perdananya dalam pendampingan menggambar.
Kegiatan pendampingan ini sangat bermanfaat untuk mempersiapkan para mahasiswa Psikologi UP45 untuk lebih mampu bersaing dengan lulusan psikologi dari universitas lainnya. Di universitas lain untuk level S1, belum pernah ada program pendampingan anak-anak TK seperti yang dilakukan oleh Prodi Psikologi UP45. Kegiatan seperti ini banyak dilakukan untuk level S2 magister profesi. Pada level S1, kegiatan di tingkat TK juga dilakukan oleh univesitas lain pada umumnya adalah observasi perilaku anak-anak saja. Dalam kegiatan observasi, pra mahasiswa hanya pasif dan mencatat saja. Pada kegiatan pendampingan ini, mahasiswa Psikologi UP45 dituntut untuk aktif. Ini adalah proses penggalian potensi diri. Mahasiswa dituntut untuk kreatif dan percaya diri.
Referensi:
Hurlock, E. B. (1987). Child development. 6th Ed. Tokyo McGraw Hill Inc. International Student Ed.

IMPLEMENTASI KERJASAMA RADIO EMC & PSIKOLOGI UP45 MINGGU KE:54


PRAMUKA DAN PENDIDIKAN KARAKTER
Arundati Shinta
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Pramuka atau Praja Muda Karana, adalah gerakan kepanduan di Indonesia. Pramuka sering menjadi bagian pendidikan ekstrakurikuler bagi murid-murid SD-SMA. Bahkan pada univesitas tertentu, Pramuka menjadi salah satu UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa). Pramuka juga sering menjadi media untuk pendidikan karakter. Kini, seiring dengan pendidikan karakter yang digaungkan oleh Presiden Joko Widodo, maka Pramuka menjadi naik daun. Pada masa lampau memang pendidikan Pramuka menjadi semacam anak tiri, karena kurang diperhatikan. Sekolah lebih memprioritaskan pendidikan kognitif (kurikuler), daripada pendidikan ekstrakurikuler.

Persoalan yang relevan dengan gerakan Pramuka adalah sekolah masih kesulitan dalam menyelenggarakan kegiatan tersebut pada sore hari. Kendalanya antara lain waktu guru sudah habis untuk mengajar dan mengejar target mengajar 24 jam setiap minggunya. Mengajar untuk kegiatan Pramuka, tidak dianggap sebagai kegiatan mengajar, sehingga guru cenderung menolaknya. Di sisi lain, pihak sekolah juga cenderung enggan menyelenggarakan kegiatan Pramuka karena terkendala tidak tersedianya honor mengajar. Bila guru dari sekolah itu tidak ada yang bersedia mengajar, maka sekolah harus mengambil tenaga dari luar sekolah. Tenaga luar sekolah tidak ada yang bersedia mengajar Pramuka dengan gratis begitu saja. Apalagi kegiatan Pramuka itu membutuhkan guru dengan ketrampilan tertentu, misalnya mendaki gunung, panjat tebing, dan sebagainya.
Dampak dari ketiadaan kegiatan Pramuka di sekolah, menyebabkan anak kurang mengenal dengan kegiatan luar ruang (outdoor activity). Anak menjadi semakin terbiasa dengan kegiatan dalam rumah (indoor activity). Padahal kegiatan luar ruang sangat berguna untuk melatih fisik agar lebih kuat, dan melatih ketrampilan bersosialisasi. Selain itu, banyak ketrampilan luar ruangan yang ternyata penting untuk kehidupan sehari-hari. Contohnya adalah memanjat pohon. Kegiatan memanjat pohon penting ketika kita pada suatu waktu harus memanjat langit-langit rumah untuk membersihkan kotoran. Kita menjadi tidak takut pada ketinggian (Jawa: singunen).
Ketika sekolah sudah mampu mengadakan kegiatan Pramuka secara aktif, ternyata orangtua justru memporak-porandakan tujuan mulia Pramuka. Hal ini biasa terjadi ketika anak-anak mengikuti salah satu kegiatan Pramuka yaitu kemping. Dalam kemping tersebut, semua anak diajarkan tentang cara-cara menanak nasi, memasak, menata barang-barang agar rapi, dan mendirikan tenda. Oleh karena kemping sengaja diadakan di daerah yang tidak nyaman, maka proses memasak menjadi sulit dilakukan. Kalau pun memasak, maka nasi yang ditanak biasanya tidak matang. Barang-barang yang dibawa pun cenderung tidak diatur dengan baik. Anak-anak terbiasa dialayani oleh orangtuanya di rumah.
Persoalan bertambah rumit, ketika orangtua diijinkan untuk menengok anaknya yang sedang kemping di suatu Bumi Perkemahan. Orangtua seolah mengetahui ‘penderitaan’ anaknya, sehingga mereka membawa lauk pauk yang lezat dan siap disantap. Lauk pauk itu tidak hanya untuk anak dan groupnya saja tetapi juga untuk para guru yang berperan sebagai kakak pembina. Hilanglah kesempatan untuk menyantap nasi setengah matang, mi yang terlalu banyak kuahnya, dan tempe gosong. Padahal kesempatan menyantap makanan-makanan ‘aneh’ itu adalah pengalaman luar biasa. Anak-anak menjadi tidak terbiasa mengalami hal-hal aneh dan tidak belajar untuk menghargai jerih payah dalam menyelesaikan tugas-tugas rumah tangga (household chorus).  Anak perempuan dan laki-laki menjadi tidak terampil dalam menyelesaikan tugas-tugas rumah tangga, dan mereka bisanya hanya menggantungkan diri pada orangtua saja. Pendidikan karakter yang hendak ditanamkan pada generasi muda menjadi hilang.
Siapa yang salah dalam hal ini? Marilah kita tidak menyalahkan berbagai pihak. Keengganan kita terhadap kegiatan Pramuka adalah konsekuensi dari zaman yang mengagungkan hal-hal instan. Marilah kita waspada bahwa anak-anak kita semua sedang mengalami hal-hal yang mengancam kemampuan mereka dalam mengatasi persoalan sehari-hari yang dianggap remeh temeh. Kita semua harus berbenah diri, mulai sekarang. Pendidikan karakter tidak hanya untuk anak-anak generasi emas saja, tetapi juga untuk para orangtua, guru, dan anggota masyarakat lainnya.

Diskusi tentang Pramuka ini adalah materi siaran dengan Radio EMC Yogyakarta. Siaran ini terlaksana karena adanya kerjasama yang erat antara Radio EMC Yogyakarta dengan Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta. Siaran kali ini sudah memasuki minggu ke-54 atau 20 September 2016. Pihak-pihak yang bertugas pada siaran rutin setiap hari Selasa pukul 20.00-21.00 adalah Ibu Norita dari bagian Penerimaan Mahasiswa Baru Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta. Semoga dengan adanya siaran kali ini, maka semakin banyak anak-anak kita yang meneruskan pendidikan di Prodi Psikologi UP45.