MAMPUKAH MAHASISWA INDONESIA MENGGUNAKAN BAHASA INDONESIA DENGAN BAIK & BENAR?


KEGIATAN PELAYANAN MASYARAKAT PARA DOSEN
PSIKOLOGI UP45 DI RRI, MINGGU KE-172
Arundati Shinta
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Kemampuan berbahasa adalah sangat penting, yaitu untuk berkomunikasi, serta menyampaikan pendapat, informasi, pemikiran, ide, dan perasaan kepada pihak lain. Bahkan kemampuan berbahasa ini dapat untuk mempersatukan suatu bangsa. Bayangkan, bila masyarakat pada suatu bangsa mempunyai tiga bahasa dan bangsa tersebut akhirnya terpecah menjadi tiga karena setiap bagian masyarakat tidak saling memahami. Jadi kemampuab berbahasa bisa menjadi boundary atau batas suatu wilayah, seperti halnya keberadaan sungai, gunung, dan batas geografi lainnya. Dalam konteks bahasa Indonesia, semua lapisan masyarakat Indonesia hendaknya mampu berbahasa Indonesia. Hal ini berkaitan dengan persatuan. Bangsa yang mengakui satu bahasa sebagai bahasa resmi maka bangsa itu akan bersatu.

Berkaitan dengan kemampuan berbahasa, khususnya bahasa Indonesia, maka semua orang di Indonesia yang mengakui bahwa Indonesia adalah negaranya, maka mereka juga harus bisa berbahasa Indonesia. Kenyataan yang ada, banyak orang yang mengaku orang Indonesia namun tidak mampu berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Padahal mereka sama sekali tidak buta huruf bahkan berpendidikan tinggi. Mereka bahkan mampu berbahasa Inggris, Arab, dan bahasa asing lainnya dengan fasih. Selain itu, mereka juga tidak berpindah-pindah tempat tinggal dan hanya berada di Indonesia saja sehingga logatnya seharusnya juga seperti biasa (tidak berlogatkan bahasa asing).
Apa indikator orang-orang Indonesia tidak mampu berbahasa Indonesia dengan baik dan benar? Sederhana saja, orang-orang tersebut sering menyisipkan istilah-istilah asing dalam ucapan-ucapannya dan tulisan-tulisannya. Mereka berasumsi bahwa pembaca dan pendengar pasti mempunyai kemampuan bahasa seperti penulis / pembicara itu. Ini adalah fenomena dalam psikologi sosial yang mana menganggap semua orang pasti mempunyai kemampuan bahasa seperti dirinya. Padahal kenyataannya, tidak semua orang mempunyai kemampuan seperti halnya penulis tersebut.
Apakah memasukkan istilah asing itu haram hukumnya dalam sebuah tulisan? Sebenarnya memasukkan istilah asing dalam suatu tulisan / pembicaraan, adalah tidak haram, bila istilah asing terebut dapat memperjelas ide yang ditawarkan. Istilah asing tersebut hendaknya dicarikan padan kata yang sesuai dalam bahasa Indonesia. Gunanya adalah untuk memperkaya pengetahuan kita semua dalam berbahasa Indonesia. Kita harus mengakui bahwa bahasa Indonesia memang bahasa yang sedang berkembang, sehingga membuuthkan kata-kata serapan dari bahasa asing lainnya.
Ketrampilan berbahasa Indonesia yang baik dan benar, hendaknya juga dikuasai oleh para mahasiswa. Hal ini karena mahasiswa adalah bagian dari generasi emas, yang kelak akan menjadi pemimpin negeri. Bila pemimpin negerinya mampu berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, maka rakyatnya juga akan meniru pemimpinnya. Hal ini akan memperkuat rasa persatuan Indonesia.
Bagaimana cara belajar bahasa Indonesia dengan cepat bagi para mahasiswa? Sederhana saja, mulailah dengan mengerjakan tugas-tugas kuliah, dan tulislah tugas-tugas tersebut dengan kalimat yang lengkap. Kalimat lengkap artinya kalimat tersebut mempunyai SPO/K atau Subjek, Predikat Objek / Keterangan. Pada awalnya, mendisiplinkan hal itu sangat sulit. Kiat sederhana untuk membuat kalimat yang lengkap adalah dengan membuat kalimat yang pendek. Kalimat pendek akan memaksa kita untuk patuh pada rumus SPO/K.
Pembahasan tentang kemampuan berbahasa Indonesia di kalangan generasi muda ini adalah topik diskusi di RRI Yogyakarta pada 26 Oktober 2016. Diskusi ini merupakan implementasi kerjasama antara RRI Yogyakarta dan Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta. Kerjasama tersebut sudah memasuki minggu ke-172. Dikusi kali ini diikuti oleh dua dosen yang keren yaitu Febri, dosen muda yang baru saja lulus S2 Kependudukan UGM. Dosen selanjutnya yaitu Faizal, seorang pakar komunikasi. Ia baru saja lulus S2 dari UGM juga. Semoga kerjasama yang bagus ini terus berlangsung.

PEDULI PADA MASYARAKAT YOGYA BERSAMA RRI, MINGGU KE-169:


KEPEDULIAN MASYARAKAT MELALUI AKSI RABU KEROWAK
Fx. Wahyu Widiantoro
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Jogjakarta mampu sebagai barometer perilaku prososial, seperti di kutip dari salah satu media massa bahwa Komunitas Jogja Nyah Nyoh merupakan salah satu komunitas anak muda di Yogyakarta yang peduli mengenai jalanan aspal yang rusak dan berlubang. Begitu melihat dan menerima informasi ada jalan berlubang, mereka secara sukarela dan swadaya menambalnya. Bergerak keliling kota tiap Rabu malam, kegiatan tersebut dinamai dengan Rabu Kerowak (Kurniawan, 2016).  
Perilaku prososial dapat dimengerti sebagai perilaku yang menguntungkan penerima, tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pelakunya (Staub, 1978; Baron & Byrne, 2005). Pengertian perilaku prososial mencakup tindakan-tindakan: membagi (sharing), kerjasama (cooperative), menyumbang (donating), menolong (helping), kejujuran (honesty), kedermawanan (generosity), serta mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain (Eisenberg & Musse, 1989 dalam Baron&Byrne, 2005).

Pemuda di Jogjakarta telah membuktikan kepedulian untuk merawat sarana umum yaitu memiliki inisiatif untuk menambal jalan berlubang secara sukarela. Individu yang memiliki pengetahuan dan keterampilan dan mempunyai sikap positif terhadap lingkungan serta terhadap perilaku prolingkungan, biasanya memiliki intensi untuk mewujudkan tindakan-tindakan perilaku bertanggung jawab.
Tindakan-tindakan memelihara fasilitas umum di lingkungan dilakukan oleh para pelaku yang mengakui bahwa perbuatan mereka didorong oleh keinginan untuk melihat lingkungan sekitar aman dan bersih. Suatu keinginan yang diakui oleh semua orang (motif bersama) dan tidak semua orang mau melakukannya dalam perbuatan nyata terutama di tempat-tempat umum.
Kegiatan siaran bersama RRI Yogyakarta ini adalah implementasi kerjasama antara RRI Yogyakarta dengan Fakultas Psikologi UP45 Yogyakarta. Siaran kali ini memasuki minggu ke-169, atau dilaksanakan pada 5 Oktober 2016. Punggawa pada siaran kali ini adalah dua mahasiswa cemerlang yaitu Wahyu Relisa Ningrum dan Subur Triyono. Wahyu Relisa Ningrum adalah mahasiswa Psikologi UP45 yang juga piawai menulis, dan ia sudah mempublikasikan bebera karyanya di Seminar Nasional dan di harian Kedaulatan Rakyat. Subur Triyono adalah mahasiswa paling simpatik di Psikologi UP45, karena ia pandai melucu. Siaran di RRI ini sangat bermanfaat untuk melatih ketrampilan mahasiswa dalam hal public speaking. Komandan dari siaran ini adalah dosen Wahyu Widiantoro, dosen paling terkenal di Psikologi UP45. Semoga kerjasama yang baik ini terus berlangsung.
Referensi:
Baron, R. A & Byrne, D, (2005). Psikologi sosial (edisi Kesepuluh, jilid 2). Jakarta: Erlangga
Kurniawan, B. (2016). Tentang Anak Muda Kreatif Penambal Jalan Berlubang di Yogyakarta. detikNews, Jumat 30 Sep 2016. 18:17 WIB.
Suggested citation:
Widiantoro, Fx. Wahyu. (2016). Kepedulian Masyarakat Melalui Aksi Rabu Kerowak. RRI Yogyakarta. 5 Oktober 2016.

MELAYANI MASYARAKAT BERSAMA RRI, MINGGU KE-167


PRAMUKA DAN PENDIDIKAN KERUMAHTANGGAAN
Fx. Wahyu Widiantoro
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Pendidikan sebagai sarana dalam mencerdaskan generasi muda dan menyiapkan sumber daya manusia agar lebih berkembang guna menghadapi persaingan bebas antar negara. Tujuan dari pendidikan yaitu untuk meningkatkan kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan individu-individu yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggungjawab atas pembangunan bangsa.

Pentingnya pendidikan juga untuk menghadapi ketatnya persaingan di dunia kerja yang menuntut setiap individu memiliki serangkaian kemampuan dan kompetensi baru yang lebih luas. Banyak individu yang tidak mampu memenuhi tuntutan yang dikehendaki oleh dunia kerja. Beberapa di antara tuntutan tersebut adalah individu harus menguasai keterampilan-keterampilan dasar kepemimpinan, menguasai keterampilan berfikir seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, berfikir analitis, berfikir kreatif: menguasai keterampilan interpersonal seperti kemampuan bekerja di dalam tim.
Foster, dkk (2008), menjelaskan bahwa kemampuan interpersonal yang dimiliki seseorang dapat diidentifikasi sehingga membuat pelatihan dan pengembangan kepemimpinan yang sukses sangat diperlukan. Pendidikan kepemimpinan yang mengajarkan pendidikan kerumahtanggaan yang terkenal di Indonesia yaitu Pramuka atau Praja Muda Karana. Pramuka di Indonesia menjadi populer dikarenakan perannya sebagai pendidikan luar sekolah. Pemuda dapat mengembangkan karakter yang baik, dapat dipercaya, disiplin, cerdas, terampil, ringan tangan, sehat jasmani, dan peduli terhadap kebaikan (komunitas Baden Powell, 2004; Rosenthal, 1984; Pramuka, 1969 dalam Semedi, 2011).
Kegiatan Pramuka dalam upaya melaksanakan pendidikan kepemimpinan yaitu dengan mengajarkan melalui tugas dan peran sederhana di lingkup kecil dalam kelompok yang terus meningkat seiring dengan peningkatan kelompok. Demikian pendidikan kerumahtanggaan yang berisi kemampuan konseptual, apresiasif, dan kreatif, mengolah dan mengembangkan kecakapan dan keterampilan dalam hal kerapian, keindahan, mengerjakan sesuatu hingga tuntas, kedisiplinan dan kemandirian. Nilai tanggungjawab sebagai anggota keluarga ditekankan sehingga individu mau serta mampu melakukan pekerjaan kerumahtanggaan. Pramuka merupakan pendidikan karakter diharapkan mampu menciptakan generasi yang mempunyai karakteristik individu yang memiliki ketrampilan dasar, ketrampilan berfikir dan ketrampilan interpersonal yang menjadi penentu keunggulan dan prasarat bagi kesuksesan hidup individu.
Tulisan tentang Gerakan Pramuka ini merupakan tema siaran di RRI, sebagai implementasi kerjasama antara RRI Yogyakarta dengan Fakultas Psikologi UP45. Siaran kali ini sudah masuk pada minggu ke-167, dan siaran ini berlangsung pada 12 Oktober 2016. Pihak-pihak yang terlibat dalam siaran ini adalah dua mahasiswa Psikologi Yang cemerlang yaitu Wahyu Relisa Ningrum dan Subur Triyono. Mereka didampingi oleh dosen Wahyu Widiantoro. Sbeleum siaran, dua mahasiswa tersebut sudah memndapatkan pengarahan terlebih dahulu dari dosen Wahyu Widiantoro. Hal ini penting, agar mahasiswa lebih siap memberikan informasi pada masyarakat Yogyakarta. Ini adalah bentuk pertanggungan jawab dosen Wahyu Widiantoro terhadap kualitas mahasiswa yang diajak berpartisipasi di dunia luar UP45. Semoga ekrjasama yang baik ini terus belangsung.
Referensi:
Foster, M. K., & Angus, B. B., & Rahinel, R. (2008). “All in the hall” or “Sage on the stage”: Learning in Leadership Development Programmes. Leadership & Organization Development Journal, 29 (6), 504-521.
Semedi, P. (2011). Padvinders, Pandu, Pramuka: Youth and State in the 20th Century Indonesia. Africa Development, 36 (3 & 4), 19-38.
Suggested citation:
Widiantoro, Fx. Wahyu. (2016). Pramuka dan Pendidikan Kerumahtanggaan. RRI Yogyakarta. 21 September 2016.